Ayra Present….
== The Inheritance and Her Guardian Angel
==
·
Kim
Jae Joong “DBSK”
·
Jea
Jung a.k.a Jjea Mayang
·
Lee
Jong Hyun “CNBlue”
·
Kim
Myung Soo “Infinite”
~ Story Begin ~
I
Choice
56th
Street of Cheongpyeong, Pyeongchang-dong, South Korea.
2014th,
February.
“Jadi,
apa saja yang kau pelajari selama di Amerika, gadis nakal? Jangan katakan kau
hanya bermain-main saja di sana! Cobalah bicara dengan bahasa Inggris pada Appa,” titah Jung Jae Ho pada putrinya,
Jea Jung.
“Appa!!!
Bahasa Inggris seharusnya dipelajari di Inggris, kalau di Amerika berarti
bahasa Amerika,” protes Jea mencari alasan untuk berkilah.
“Mwo?
Ah…, benar juga! Chankamman, bukankah
mereka menggunakan bahasa yang sama?”
“Tck, animida, Appa! Amerika ya Amerika, Inggris ya Inggris!”
“Anak nakal, apa kau berusaha
mengelabui Appa? Geurae, kalau begitu, karena kau di sana selama tiga tahun,
bicaralah dengan bahasa Amerika yang kau ketahui! Ppali!”
Jung Jae Ho tersenyum penuh
kemenangan karena tak termakan muslihat putri kesayangannya. Sang putri, yang
memiliki nama asli Jung Ji Hye, menggaruk tengkuknya. Dia mencari cara lain
untuk mengelak. Dia pasti akan dikirim kembali ke Amerika jika ketahuan tetap
tak menguasai bahasa Internasional sesuai harapan ayahnya.
“Good….
Good…. Good…, apakah itu cukup, Appa?”
sahut Jea takut-takut.
Jung Jae Ho mendelik tak percaya. “Mwo? Tiga tahun menetap di Amerika, kau
hanya bisa mengucapkan ‘Good’? Omo…. Omo….”
Pria paruh baya itu memegangi
tengkuknya, simbol tekanan darahnya naik akibat kelakuan pewaris tunggal
keluarga Jung tersebut.
“Yak!
Appa, nantinya, aku juga akan menikah
dengan seorang pria yang mengurus perusahaan. Aku tidak perlu menguasai banyak
bahasa, suamiku yang harus melakukannya.”
Hampir-hampir Jung Jae Ho dibuat
pingsan oleh ucapan putrinya.
“Jea-ya, sekalipun suamimu yang akan mengurus perusahaan, setidaknya,
kau harus terlibat juga. Kau tidak boleh hanya duduk diam dan mempercayakan
perusahaan sepenuhnya sekalipun pada suamimu. Apa kau tahu berbahayanya itu
bagi dirimu sendiri dan kelangsungan keluarga kita? Terlebih jika itu adalah
pernikahan politik berlandaskan kekayaan antar chaebol. Atau suamimu hanya memiliki kemampuan bisnis mumpuni tanpa
dukungan kekayaan keluarga sebelumnya. Bukan mustahil kau akan didepak
sedangkan dia merebut semua kekayaan keluarga kita!”
Jea terdiam. Ia tak mampu membantah
kemungkinan terburuk yang dijabarkan ayahnya. Sering, Jea menyesali
kelahirannya. Dalam benaknya, terbesit harapan ia dapat mengubah kelahirannya.
Mungkin, anak lelaki akan lebih berguna dari dirinya. Pewaris pria dalam keluarga
chaebol akan lebih stabil
dibandingkan pewaris wanita seperti dirinya.
“Kau harus menjadi seseorang yang
tangguh sebelum Appa pergi untuk
selamanya, Jea-ya. Akan banyak sekali
orang yang berusaha menjatuhkanmu, sekalipun kau telah berbuat baik pada
mereka. Kau tidak bisa mempercayai siapapun. Kau harus menjadi pribadi yang
kuat dalam kesendirian. Kau harus sekuat itu, Jea-ya.”
Jea mendengarkan nasehat sang ayah.
Intonasi ayahnya sangat memelas kali ini. Jauh berbeda dari gaya bicara ayahnya
yang sehari-hari cukup humoris. Jea tahu, ada sesuatu yang terjadi.
“Appa,
apakah terjadi sesuatu?” tanya Jea hati-hati.
Jung Jae Ho merunduk dalam. Sekilas,
Jea sempat melihat kegusaran yang terpancar jelas dari sorot mata ayahnya.
“Grup Daeguk ingin membicarakan
perjodohan. Putra sah mereka seusia denganmu. Kau…, adalah ‘asuransi’ terbaik
untuknya.”
Jea mencerna cerita sang ayah. “Chankamman, putra sah? Asuransi?
Mungkinkah….”
“Ne,”
angguk Jung Jae Ho, “Komisaris Grup Daeguk, memiliki seorang putra tidak sah
dari simpanannya. Meski demikian, sang simpanan memiliki bukti-bukti yang cukup
kuat jika putra yang ia lahirkan adalah anak biologis Komisaris. Jika dia
mengajukan tuntutan, dibantu dengan pemegang saham yang berusaha membelot dari
Komisaris Daeguk, maka anak tidak sah itu bisa saja menjadi pewaris,
menyingkirkan pewaris yang sah. Begitulah bisnis, Jea-ya. Kejam.”
Jea tertegun. Ia tak menyangka dunia
bisnis sangat kejam. Menyingkirkan dan disingkirkan, sah dan tidak sah, dunia
bisa dijungkir balikkan semudah membalikkan telapak tangan. Nurani tak ada di
dalamnya, itu yang telah lama Jea tahu.
“Keundae,
apakah Appa menyetujui permintaan
perjodohan itu?”
Jung Jae Ho menggeleng, “Belum.
Terlalu berbahaya melibatkanmu dalam konflik keluarga serumit itu. Grup kita memiliki seperempat dari total saham
Grup Daeguk, cukup besar pengaruhnya dalam rapat pemegang saham. Total saham
Komisaris, istri dan putranya yang sah adalah dua perempat total saham, jika
ditambahkan dengan saham keluarga kita, maka akan mencapai tiga perempat saham
atau resmi menjadi pemegang saham terbesar. Posisi si pewaris akan aman jika
dia benar-benar menikah denganmu.”
“Geurom,
apa yang akan Appa lakukan?”
“Molla,
Jea-ya. Jika Appa menolak, bukan tak mungkin Grup Daeguk akan membuat kekacauan
pada nilai saham perusahaan kita. Mereka memiliki saham sama besar dengan saham
perusahaan kita dalam perusahaan mereka. Jika masing-masing menarik investasi
secara bersamaan, kedua Grup akan tergoncang. Saat itulah, akan mudah bagi
pebisnis licik menggerogoti perusahaan. Badai semacam itu bisa dilalui, tapi
juga tidak berarti mudah.”
Baik Jea dan sang ayah menghela
napas. Sejujurnya, Jea merasa belum siap terlibat jauh dalam intrik bisnis yang
telah ayahnya geluti sekian lama. Ia masih berusia 19 tahun, baru akan masuk ke
universitas, belum memiliki mental setangguh ayahnya untuk menghadapi
manusia-manusia serakah dalam dunia bisnis.
“Sudahlah, kau tak perlu
merisaukannya. Kau istirahat saja, besok kau harus masuk kuliah. Arra?” putus Jung Jae Ho, tak ingin
putri kesayangannya dibuat cemas memikirkan perjodohan.
Jea mengangguk pasrah. Dia beranjak
dari sofa yang ia duduki. “Appa,
meskipun aku tidak menginginkan perjodohan, tapi jika itu yang terbaik untuk
perusahaan dan masa depanku sendiri, putuskanlah. Aku terlahir sebagai pewaris,
maka aku harus menerima segala konsekuensi dari kelahiranku sendiri. Jaljayo, Appa.”
Jung Jae Ho tertegun menyaksikan
ketegaran putrinya. Pewaris generasi kelima Grup Hwa Dam itu tahu, meski Jea
adalah gadis badung yang kerap melakukan segala hal sesuka hati, namun putrinya
juga tegar dalam menjalani takdirnya. Jung Jae Ho menyadari itu saat putrinya
menangis tanpa suara saat istrinya sekaligus ibu kandung Jea meninggal. Jea
merelakan ibunya, berusaha tampak kuat meski hatinya tersayat.
“Appa
akan melindungimu semampu Appa,
Jea-ya.” Jung Jae Ho bergumam lirih
sambil memandangi punggung Jea yang berjalan menjauh memasuki kamar tidurnya di
lantai dua kediaman mewah mereka.
“Kau lihat, kan? Kau harus
melindungi gadis bernama Jea Jung atau Jung Ji Hye itu,” ujar suara lain yang
tak kasat mata di salah satu sudut ruang keluarga tempat Jea dan sang ayah
sejak tadi mengobrol.
Manusia biasa tak akan mampu melihat
wujud dua makhluk bersayap putih yang sejak tadi mendengarkan percakapan Jung
Jae Ho dengan Jea. Mendengar pun tak akan mampu. Hanya orang-orang dengan
kelebihan indera keenam yang mampu melakukannya. Atau…, manusia-manusia yang
berada di ambang kematian.
“Hyung-nim,
kenapa aku harus melindungi gadis itu? Apa istimewanya dia? Sepertinya, dia
hanya pewaris klan Jung saja, tidak ada yang istimewa,” komentar Kim Jae Joong
pada malaikat senior di hadapannya yang memberi dia tugas menjaga Jea.
Kim Myung Soo –si malaikat senior-
memukul pelan tengkuk Jae Joong. “Sudah berapa kali kukatakan, huh? Panggil aku
Sunbae-nim, bukan Hyung-nim! Di kehidupan lampau, semasa
kehidupan manusia kita, memang kita adalah kakak beradik. Tapi, setelah kita
bereinkarnasi dan mendapat kemurahan hati Oghwang
Hwangje untuk menjadi malaikat berkat kebajikan-kebajikan kita semasa
hidup, ikatan darah itu selesai, Babo!
Sekarang, aku adalah seniormu di dunia malaikat. Kehidupan lampau atau hal-hal
bersifat duniawi dilarang di dunia malaikat. Arrasseo?”
Jae Joong menghela napas. Dia benci
kenyataan tak bisa menyebut kakaknya sendiri sebagai “kakak” akibat peraturan
yang ada. Namun, dia pun tak bisa berbuat apa-apa. Jika dia membelot, sayapnya
akan berubah hitam dan ia tak akan menjadi malaikat pelindung, melainkan malaikat
bersayap hitam –malaikat kematian. Malaikat kematian akan merasakan kepedihan
hati tak berujung, membawa roh orang mati dari dunia fana, membagi penempatan
roh ke surga atau neraka. Mereka terus merasakan duka mendalam, perih yang tak
tertahan, sampai akhirnya musnah begitu saja tanpa memiliki kesempatan
bereinkarnasi.
“Algaesseumnida,
Sunbae-nim. Aku akan menjaga gadis itu, dengan caraku.”
“Mwo?
Apa maksudmu ‘dengan caramu’?”
Jae Joong menyunggingkan senyum
setengah bulannya. “Caraku. Sunbae-nim hanya
perlu percaya padaku,” tegas Jae Joong.
Myung Soo mendesah, “Jangan
melakukan kesalahan, Jae Joong-ah.
Aku tak tahu mengapa Kaisar Langit menugaskanmu, juga alasan gadis itu harus
dilindungi. Berhati-hatilah. Mungkin ini adalah awal dari ujian terberatmu, Jae
Joong-ah.”
Jae Joong mengangguk. “Geojokhajima, Sunbae-nim. Tapi,
sebenarnya, aku berharap, setidaknya aku tahu alasan gadis itu sampai perlu
dilindungi.”
“Alasannya
akan terkuak seiring waktu, Jae Joong-ah.
Terlalu dini untuk mengungkapkannya. Aishhh…, bersabarlah sedikit. Baik
menjadi manusia atau malaikat, kau masih saja tidak sabaran!”
Jae
Joong terperanjat mendengar omelan Kaisar Langit yang tiba-tiba menginterupsi
percakapannya dengan Myung Soo. Bahkan Kaisar Langit tidak ada di tempat ini,
tapi dia masih saja bisa mengetahui yang terjadi.
“Jeosonghamnida,
Oghwang Hwangje. Saya akan melakukan tugas ini dengan baik dan benar,”
janji Jae Joong sambil menerawang ke langit-langit rumah seolah Kaisar Langit
berada di sana.
“Yakkk~ gateun babo! Kau pikir
aku ada di langit-langit rumah itu? Nanti, kalau kau kemari, aku akan membuat
perhitungan denganmu! Myung Soo-ya, ppali! Kembalilah kemari, Babo!” Kaisar langit berganti
mendesak Myung Soo, malaikat tingkat tinggi yang paling ia andalkan.
“Ne,
Oghwang Hwangje. Saya akan kembali sekarang,” sanggup Myung Soo lalu
beralih menatap lekat pada Jae Joong. “Ingat pesanku baik-baik, arra? Pegang teguh aturan, itu
satu-satunya cara kau selamat. Kkalkaeyo.”
Usai berkata demikian, Myung Soo
menghilang begitu saja dari hadapan Jae Joong, membuat malaikat dengan kulit
sehalus sutra itu mendesah. “Selalu saja begitu. Yakk!!! Dasar orang tua! Selalu saja pergi dan datang sesuka hati!
Malaikat tua!!!” Jae Joong memberondong seniornya dengan makian yang tak
mungkin diucapkan malaikat-malaikat lain.
Bugghhh….
Sesuatu
tiba-tiba menimpa kepala Jae Joong, rupanya sebuah kitab usang tebal yang
kertasnya sudah kekuningan.
“Jae
Joong-ah, daripada kau sibuk
mengumpatku, lebih baik kau pelajari saja kitab itu! Tck, aku bahkan jauh lebih
imut darimu, Babo!” Suara Myung
Soo menggema di telinga Jae Joong.
“Jinca!
Si tua dan Oghwang Hwangje sama-sama
memiliki pendengaran ekstra! Aishhh…,” gerutu Jae Joong. Namun, tak urung ia
memungut buku yang dilemparkan Myung Soo dari langit tadi. “Omoooo…, omooo…, apa dia menyuruhku
mempelajar kitab ini? Memusnahkan Lucifer!? Apa dia sudah gila? Bukankah yang
bisa memusnahkan iblis terkutuk itu tugas malaikat tingkat tinggi sepertinya
atau Oghwang Hwangje? Aku tahu mantan
Hyung-ku gila, tapi aku tidak
menyangka dia separah ini,” cerocos Jae Joong.
Meski berkata demikian, kening Jae
Joong tetap berkerut. Dia menghubungkan alasan di balik penugasan dirinya
menjadi malaikat pelindung Jea dengan buku yang diberikan oleh Myung Soo.
Terlintas sebuah alasan terlogis di balik kedua hal tersebut dalam benak Jae
Joong. Sudut bibir kirinya tertarik ke atas, membentuk seringaian.
“Jika aku berhasil menyelesaikan
tugas ini dengan baik, aku akan meminta imbalan yang besar. Anda mendengarnya, Oghwang Hwangje?” ucap Jae Joong penuh
percaya diri.
The
Jade Emperor’s Palace.
“Oghwang Hwangje, saya sudah tiba,” salam
Myung Soo sesampainya di hadapan Kaisar Langit.
“Oh? Duduklah!” Kaisar Langit
menyahut tanpa menatap Myung Soo, dia terus asyik memainkan baduknya seorang
diri.
Myung Soo duduk di seberang Kaisar
Langit. “Jeosonghamnida, Oghwang Hwangje.
Tentang Jae Joong….”
“Waeyo?
Apa kau meragukan kemampuan Jae Joong? Bukankah artinya kau juga meragukan
ksatria pilihanku?” sela Kaisar Langit tanggap akan maksud ucapan Myung Soo.
“Animida,
Oghwang Hwangje. Hanya saja…, saya masih tidak mengerti, kenapa Jae Joong?
Dia hanya malaikat biasa yang kadang membuat kekacauan akibat kecerobohannya.”
Kaisar Langit yang mengenakan jubah
putih bersinar itu tersenyum. “Bukankah dia selalu menyelesaikan kekacauan yang
ia timbulkan dan mengambil tanggung jawab atas semuanya?”
“Ne,
Oghwang Hwangje. Tapi…, tetap saja….”
“Semakin sering dia membuat
kekacauan lalu menyelesaikannya atas usaha diri sendiri, semakin Jae Joong tahu
sikap yang harus ia ambil dalam keadaan terburuk. Itulah alasan aku memilihnya.
Pengalamanmu lebih banyak darinya, tingkatanmu pun lebih tinggi, tapi dia lebih
cermat dari malaikat-malaikat lain. Dia bahkan sudah menemukan alasan di balik
penugasannya melindungi gadis itu. Tidakkah ia sangat cerdas?”
“Mworago?
Dia…, dia sudah menemukan alasannya?”
“Ne.
Maka itulah, jangan meragukan atau mencemaskannya lagi. Awasilah dia dari jauh,
tegurlah jika memang dia melakukan kesalahan. Cukup begitu. Biarkan dia
melakukan sisanya.”
“Algaesseumnida,
Oghwang Hwangje.”
***
Hwa Dam
University, 76-89th Street of Hannam-dong, South Korea.
Berulang kali, Jea mengusap bulu kuduknya yang meremang. Matahari
sudah beranjak, perlahan hampir mencapai puncak tahtanya agar dapat bersinar
terang tanpa tanding di atas langit. Jam tangan mewah yang ada di pergelangan
tangan Jea menunjukkan pukul sembilan pagi. Seharusnya, sebagai mahasiswi baru,
ia mengikuti masa orientasi. Namun, karena dia adalah putri pemilik
universitas, ia memiliki hak istimewa untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut.
“Jinca! Apa universitas ini berhantu?
Kenapa sejak tadi bulu kudukku terus berdiri?” omel Jea sambil mengedarkan
pandangan ke sekeliling koridor kampus yang ia lewati.
Jae
Joong terkekeh di belakang Jea. Ia tahu, gadis itu merinding akibat
kehadirannya. Tidak, sebenarnya, Jae Joong sengaja menggoda Jea. Sesekali, Jae
Joong meniup tepat di tengkuk Jea, sampai bulu kuduk gadis itu meremang. Inilah
sisi jahil Jae Joong yang tak mungkin tak akan pernah hilang. Meski dia adalah
malaikat pelindung Jea, ia merasa bosan jika tidak melakukan aktifitas lain
yang menyenangkan. Baginya, melihat Jea merinding cukup menghibur.
Hari
ini, Jae Joong lebih pantas disebut Tuan Muda pewaris salah satu klan chaebol dengan dandanannya yang sangat
menawan. Ia menyembunyikan sayapnya, hingga tampak layaknya manusia biasa.
Parasnya yang tampan melebihi rata-rata manusia biasa tampak bersinar, tak
berubah dari saat ia berwujud malaikat dengan sayap putihnya. Setelan tuxedo
berwarna hitam melekat pas pada tubuhnya. Rambutnya yang kemerahan tertata
rapi. Sebuah jam tangan dan sepatu pantofel menyempurnakan penampilannya. Ia
belum berencana menampakkan diri pada manusia, namun jika dia melakukannya,
banyak wanita pasti bertekuk lutut tak berdaya.
“Ishhh…,
awas saja! Kalau hantu itu berani muncul di depanku, aku akan mencekiknya
sampai mati!” Jea masih mengomel sebagai pengalihan rasa takut yang mulai
menyelusup dalam dirinya.
Tawa
Jae Joong pecah mendengar ancaman tak masuk akal Jea. “Babo yeoja! Bukankah hantu sudah mati? Untuk apa dia mencekik hantu
sampai mati? Memangnya mereka bisa mati dua kali? Aigoo…,” ejek Jae Joong di sela tawanya.
“Aniyo…. Aniyo…. Bukankah hantu sudah
mati? Babo gateun! Lihat saja, aku
akan memanggil Shaman terbaik di
Korea Selatan lalu mengutuknya agar tak bisa bereinkarnasi! Kalau perlu, aku
akan mendatangkan Shaman dari Korea
Utara yang lebih menyeramkan. Tahu rasa kau, Hantu!”
Seketika,
Jae Joong merengut sebal mendengar rencana Jea yang hendak mengutuknya agar tak
lagi bisa bereinkarnasi. “Micchin yeoja!
Sebelum kau mengutukku, aku akan membuat Shaman
panggilanmu itu terkena serangan jantung lalu menjadi arwah gentayangan!
Kalau perlu, kau juga akan kujadikan seperti itu!”
Plukkk….
Sebuah
pukulan ringan mendarat di kepala Jae Joong. Ia menoleh dan mendapati Myung Soo
tengah memakai sepatu sebelah kanannya kembali, sepatu yang baru saja dipakai
memukul kepala Jae Joong. Penampilan Jae Joong rupanya sama dengan penampilan
Myung Soo hari ini. Mereka benar-benar terlihat bagaikan kakak adik yang
kompak.
“Yakk!!! Sunbae-nim, kenapa kau memukul kepalaku lagi, huh? Neo micchiseoyo?” protes Jae Joong.
“Berhenti
mengumpat, mengutuk atau berbuat jahil sesuka hatimu, Jae Joong-ah! Belajarlah lebih mengendalikan diri.
Kalau tidak, aku akan mengirimmu ke dunia bawah agar kau menjalani pelatihan
malaikat sekali lagi. Apa kau mau pergi ke sana lagi?” gertak Myung Soo.
Jae
Joong tertunduk. “Shireo,” tolaknya
lirih.
“Geuraesseo, kau harus bersikap lebih
hati-hati, Jae Joong-ah. Geurae, istirahatlah! Aku yang akan
menggantikan tugasmu sampai mata kuliah terakhir Jea hari ini.”
“Mwo? Kenapa tiba-tiba?”
Myung
Soo menyunggingkan senyuman. “Apa kau tidak lihat, aku berdandan sangat keren
hari ini? Mulai hari ini, aku akan menjadi salah satu dosen di sini. Selama Jea
di lingkungan universitas, aku yang akan menjaganya. Kau bisa istirahat.”
Kening
Jae Joong berkerut. “Terserah kau saja, Sunbae-nim.”
Tanpa
protes –sekalipun dalam benaknya dipenuhi beberapa tanya- Jae Joong berlalu.
Seakan tak ingin penampilannya sia-sia, ia memutuskan untuk menampakkan diri.
Beberapa perempuan yang lalu lalang ternganga saat Jae Joong melewati mereka.
Pesona Jae Joong membuat mereka terhanyut. Mata gadis-gadis itu tak bisa
berkedip, atau lebih tepatnya, sayang jika harus tertutup meski hanya beberapa
detik. Myung Soo mendesah melihat kelakuan Jae Joong yang menebar pesona pada
manusia tersebut. Dia ingin menegur Jae Joong, namun ada hal lain yang harus ia
lakukan. Ya, ia harus segera menyusul Jea.
Wushhh….
Terpaan
angin yang cukup kencang berasal dari salah satu bangku taman tak jauh dari
posisi Myung Soo berdiri. Myung Soo urung mengejar Jea. Ia merasakan hawa
negatif yang terbawa hembusan angin itu. Myung Soo menoleh ke arah angin
berasal. Tangannya mengepal kuat ketika melihat sosok yang cukup ia benci,
Lucifer.
Lee
Jong Hyun, sang Lucifer, juga menatap Myung Soo dengan mimik menantang. Ia
menyunggingkan seringaian pada Myung Soo dari posisinya yang masih duduk di
salah satu bangku taman universitas. Dia melambaikan tangan dengan ekspresi meremehkan
pada Myung Soo.
“Lama
tak jumpa, Myung Soo.” Jong Hyun menyapa Myung Soo menggunakan kemampuan
telepatinya.
“Ya,
sangat lama. Setelah kekalahanmu saat itu, kau menghilang. Pengecut,” balas
Myung Soo memprovokasi.
“Oh?
Apakah aku mengecewakanmu? Apakah dewa tua yang kau junjung itu marah karena
kegagalanmu memusnahkanku? Cih…, dia bahkan mengirim malaikat biasa untuk
menanganiku sekarang. Apakah akal sehatnya sudah hilang?” cecar Jong Hyun lebih
memprovokasi.
“Jangan
menghina Oghwang Hwangje, Iblis
terkutuk! Kau melarikan diri, bahkan harus bersembunyi, kan? Kau pecundang!
Jangan meremehkan Jae Joong, Lee Jong Hyun! Kau mungkin tak akan bisa
menghadapinya. Kau, akan musnah di tangannya!”
“Jinca? Apakah kau dan dewa tua itu
yakin? Tck…, malaikat tingkat tinggi sepertimu saja tidak bisa memusnahkanku,
apalagi hanya malaikat ingusan seperti dia? Seharusnya, Tuanmu sendiri yang
turun ke Bumi dan memburuku. Cih…, orang tua itu hanya duduk diam bermain baduk
di istananya. Membiarkan malaikat-malaikatnya mati satu persatu demi
memusnahkanku.”
“TUTUP
MULUTMU, LEE JONG HYUN!!! Oghwang Hwangje
tak perlu turun dari langit untuk memusnahkanmu dengan tangannya sendiri.”
“Jinca? Geurae, aku akan menunggu. Satu hal yang pasti, malaikat yang
dikirimnya kali ini yang akan hancur tak berbekas, Kyusung-nim.”
Myung
Soo sedikit terperanjat saat Jong Hyun menyebutnya “Profesor”. Artinya, Jong
Hyun sudah tahu posisi Myung Soo di universitas, pun mungkin sudah tahu sosok
yang harus dilindunginya bersama Jae Joong, Jea.
“Tak
perlu terkejut, Kyusung-nim. Jea
Jung, pewaris Grup Hwa Dam, gadis itulah yang kalian coba lindungi, geuchi? Aigoo…, aku bahkan sudah lebih dulu mengetahuinya sebelum ia
kembali ke Korea Selatan. Kalian tertinggal satu langkah di belakangku. Tck,
bahkan melindungi gadis yang berharga seperti dia saja kalian tak mampu!”
Emosi
Myung Soo mulai tersulut. “Berhentilah menyombongkan diri, Iblis sombong! Kau,
aku bersumpah akan melenyapkanmu, Lucifer!”
***
~
Flashback ~
The Jade Emperor’s Palace, 1875th.
“Oghwang Hwangje, apakah
anda memanggil saya?” tanya malaikat bermata elang nan rupawan pada Kaisar
Langit.
Mimik
muka Kaisar Langit tak seperti biasanya. Ia bahkan mengenakan jubah hitam,
hampir serupa dengan milik Dewa Kematian, hanya talisman yang terukir di pakaiannya berbeda dengan milik rekannya
itu. Kaisar Langit yang ramah tampak muram, bahkan seolah membendung kekesalan
dalam hatinya.
“Lee
Jong Hyun, apa kau tahu peraturan serta pantangan malaikat?” pancing Kaisar
Langit pada Jong Hyun, malaikat kepercayaannya.
Jong
Hyun mengangguk. “Tentu saja, Oghwang Hwangje.”
“Keundae, kenapa kau melanggarnya, huh?”
“Jeosonghamnida, Oghwang Hwangje. Apa
maksud anda?”
“Kau
bahkan tidak mengerti larangan yang telah kau langgar!?”
Jong
Hyun menggeleng. “Jeongmal
jeosonghamnida, Oghwang Hwangje. Saya sungguh tidak mengerti ketetapan yang
telah saya langgar.”
Kaisar
Langit menggeram. Seketika, Petir menyambar bersautan. Satu-satunya yang Jong
Hyun ketahui dengan pasti, Kaisar Langit tengah berada di puncak amarah. Dewa
Petir tergopoh-gopoh menghampiri tempat Kaisar Langit dan Jong Hyun berada.
Disusul kemudian, seluruh dewa hadir di sana. Jong Hyun mendapat firasat buruk.
Hingga saat ini, ia belum mengetahui dosa yang telah ia lakukan sebagai makhluk
langit hingga memicu amarah sang Kaisar.
“Oghwang Hwangje, mohon redakan amarah
anda.” Dewa Kematian –rekan terdekat Kaisar Langit- membuka suara.
“Yeom La, apa anda pernah merasakan
dikhianati? Sekarang, tangan kananku, malaikat terbaik yang kumiliki, melanggar
aturan yang telah kutetapkan di sini. Dia telah melakukan satu dari pelanggaran
berat. Apa yang harus kulakukan padanya, Yeom
La?” tanya Kaisar Langit pada Dewa Kematian.
Sang
Dewa Kematian tak berani menyahut. Dia dan seluruh pejabat Kerajaan Langit tahu
benar kesalahan Jong Hyun.
“Bahkan
Yeom La, dewa yang dianggap berdarah
dingin pun tak mampu memberikan saran padaku, Jong Hyun-ah.” Kaisar Langit mengeluh sambil menatap tajam Jong Hyun yang
tertunduk. “Apakah kau belum mengetahui pelanggaran yang telah kau lakukan,
Jong Hyun-ah?”
Jong
Hyun tertunduk kian dalam. “Jeosonghamnida,
Oghwang Hwangje.”
“Se
Ryeong-ah, bawa bidadari itu kemari,”
titah Kaisar Langit pada bidadari yang bertugas sebagai dayangnya, Hwang Se
Ryeong.
Se
Ryeong mengangguk paham. Ketika Kaisar Langit mengeluarkan perintah dengan
menyebut “bidadari itu”, Jong Hyun mulai mengerti kesalahan yang telah ia
lakukan. Segera, ia bersujud di kaki Kaisar Langit.
“Oghwang Hwangje, mohon hukum saja Hamba.
Jangan menghukum Ji Hye. Ini adalah kesalahan saya. Ji Hye tidak bersalah,”
mohon Jong Hyun.
“Sekarang,
kau bahkan memohon demi bidadari tak tahu aturan itu? Huh? Awalnya, aku hanya
akan menjadikanmu Malaikat Kematian dengan kepedihan hati tak terkira, namun
sepertinya, perasaanmu padanya terlalu mendalam. Aturan langit tak
memperbolehkan malaikat ataupun bidadari saling bertukar rasa yang bersifat
duniawi. Kerajaanku adalah wilayah suci dari hal-hal duniawi. Kalian berdua
telah melanggar satu dari tiga dosa besar tak termaafkan di sini. PERGI KAU
DARI HADAPANKU SEKARANG!!! Jangan pernah bermimpi akan kembali menjadi malaikat
sepanjang sisa waktumu. Mulai sekarang, kau adalah musuhku. Kau adalah Lucifer,
Iblis terlaknat!”
Gemuruh
petir kembali bersahutan. Air mata Jong Hyun menetes. Tiba-tiba, ia merasa
dadanya luar biasa sesak. Palu seolah dihantamkan berulang di dadanya. Sayap
putihnya mengembang. Di hadapan semua dewa, sayap itu berubah warna menjadi
hitam kelam. Sedetik kemudian, Jong Hyun lenyap dari balairung istana Kaisar
Langit tempatnya telah dikutuk di hadapan para dewa. Jong Hyun telah
bertransformasi menjadi Lucifer, iblis terkuat yang pernah tercipta. Iblis
dengan pesona yang lebih memikat dibandingkan malaikat, namun menyesatkan
hingga neraka terdasar.
~ Flashback
end ~
***
0 komentar:
Posting Komentar