Selasa, 21 November 2017

Because This Life Is Our First [PART 2—END]

Kemarin kan sudah bahas karakter masing-masing pemain, ya. Sekarang saatnya mengupas tuntas hubungan antar pemain setajam nyinglet.

>>The Men Club [Nam Se Hee & Ma Sang Goo]<<

“We don't need to explain anything by words at all, because we're completely understand each other. That's what we called as bestfriend.”

Saya rasa prinsip itu merupakan definisi yang tepat untuk persahabatan antara Se Hee-nim dan Sang Goo. Bagi saya pribadi, persahabatan mereka sangat adorable. Mereka sudah saling kenal selama 19 tahun dan bahkan semakin erat dengan menjadi rekan kerja. Kurun waktu sepanjang itu... Wow sekali buat saya.

[I know that somewhere in this world—for real, not just a drama—a friendship like that does exist. It just not my thing at all.]

Pada awalnya, saya sempat bertanya-tanya bagaimana Ma Daepyo tahan dengan kelakuan Se Hee-nim yang suka sekali membalikkan kata-katanya. Meskipun pada dasarnya hampir semua karyawan di GLAM lebih hormat ke Se Hee dibanding Ma Daepyo, sih. LoL.
Tapi, kemudian kita ditunjukkan betapa pengertian sebenarnya Se Hee-nim kepada Ma Daepyo saat memergoki sahabatnya itu berciuman di dalam mobil dengan Soo Ji. Dia bahkan mengalihkan perhatian Bo Mi dengan menawari mentraktir cake.
(I know, mungkin sebagian orang berpikir, emangnya seberapa mahal sih harga cake? Tapi harap pertimbangkan situasi dan keseharian Se Hee-nim, ya. Di mana sebelumnya dia pernah menolak mentraktir cake di depan semua rekan kerjanya dan bilang baru bersedia membayari kalau cicilan rumahnya sudah lunas. Tahun 2048! Heol.)
Dan, pengertian serupa balik ditunjukkan Ma Daepyo ketika kontrak pernikahan Se Hee ketahuan olehnya. Dia memang dalam situasi hubungan yang kurang lebih sama dengan Woo Soo Ji, sehingga pada dasarnya tidak layak menghakimi, tetapi sikapnya yang tidak menuntut penjelasan lebih juga sangat menyentuh.
Ditambah, saat dinner dengan Soo Ji, Ma Daepyo menjelaskan perasaan Nam Se Hee yang sebenarnya, tanpa Se Hee perlu menceritakan apa-apa padanya.

Do you think he doesn't know it? Se Hee knows it well. Maybe that's why he feels more scared.”

Sedangkan untuk hubungan pertemanan dengan Won Seok, saya rasa tidak banyak yang dapat dibahas. Karena seperti saya bilang, Won Seok semacam Cupid yang membuat kedua orang itu bertemu orang yang mereka cintai.

>>The Girls [Yoon Ji Ho-Yang Ho Rang-Woo Soo Ji]<<

Pada awalnya, saya mengira Yang Ho Rang ini jembatan penghubung antara Ji Ho yang kelihatan tidak terlalu banyak bicara dengan Soo Ji yang agak dingin. Ternyata saya salah. Justru Ji Ho yang menjadi jembatan di antara Ho Rang yang dunianya hanya berpusat pada Won Seok sehingga kurang empati dengan Soo Ji yang mudah kesal dengan hubungan Rang-Won Seok yang ‘putus nyambung’ terus.

Sorry not to say sorry, tapi saya memang tidak respek sama sekali dengan Ho Rang yang terlalu sibuk dengan urusan pribadinya dan membuat semua orang harus mendengarkan dia. Terlalu egois. Sehingga, saya tidak bisa melihat sosok sahabat yang seharusnya dari dalam dirinya.
Berbeda dengan ketika melihat Soo Ji dan Ji Ho. Mereka berdua ini tipe-tipe perempuan berhati lembut tapi tangguh. Selama bisa, mereka menyelesaikan masalah sendiri tanpa membebani atau merengek kepada orang lain, bahkan tidak juga kepada sahabatnya. Keduanya juga tahu batas masing-masing dalam memasuki ranah pribadi.

Of course you can't. It's you the one who suffer anyway. You said you like him, your husband. No, your landlord.˝
Adalah kata-kata Soo Ji ketika Ji Ho minta maaf tidak bisa menceritakan apa-apa tentang kontrak pernikahannya. Di mana menunjukkan, Soo Ji memahami alasan Ji Ho tidak memberitahunya, di samping juga mengkhawatirkan sahabatnya itu.  Dia bahkan marah saat Ma Daepyo pada awalnya menolak menjawab pertanyaan tentang perasaan Se Hee pada Ji Ho.
Dan saya ragu keduanya memberi tahu Ho Rang tentang itu. Kita semua tahu betapa terobsesinya Ho Rang akan pernikahan. Jadi, dia tidak akan memahami posisi Ji Ho sebagaimana Soo Ji.
Saya benar-benar berharap Ho Rang akan lebih berempati seiring 
berjalannya waktu dan menyadari bahwa dia memiliki dua sahabat yang selalu ada untuknya dan belajar juga untuk lebih memperhatikan serta memahami mereka juga, karena pada dasarnya di dunia ini bukan hanya dia yang memiliki masalah.

Assa!!! Sekarang, mari kita membahas tentang hubungan asmara mereka, ya.

Nam Se Hee — Yoon Ji Ho

“Are you fans of Arsenal?”

Kalau kita membicarakan pasangan utama kita ini, maka kita punya 3 poin utama :
[[Arsenal, Rumah, Kucing]]

Mungkin ini bisa jadi salah satu metode PDKT baru, setelah “Do you like Messy”-nya Kim Bok Joo berlalu.
Arsenal bagi saya adalah step pertama dalam hubungan cinta Se Hee dengan Ji Ho.
[I'm sorry, I don't like soccer, so I can't explain much about it. LoL]
Disambung dengan ocehan neokorteks ala Se Hee dan yang berujung insiden poppo dari Ji Ho di halte bus.  Saya rasa, kedua kejadian itu tidak hanya membekas untuk Ji Ho, tapi juga Se Hee sendiri. Hanya saja, Ji Ho lebih jujur kepada hatinya, di saat Se Hee mencoba dengan keras untuk menyangkalnya.

Relationship will cost you something. Wether it is time or money.”

Ini dalih Nam Se Hee (lagi!) untuk meyakinkan Ji Ho supaya tetap menjadi tenant. Well, siapa memangnya yang bakalan bisa beradu argumen dengan Se Hee di saat dia mengeluarkan teori super masuk akal yang diperkuat dengan muka datarnya? Dan, merekapun one step closer though still as landlord and tenant.

If you have some time, will you marry me?”
BIG LOL!!! Pas bagian ini fix, lho! Saya benar-benar kepincut sama drama ini dan saking sukanya sampai tiap episode nonton sebanyak 3 kali!!!
Eits, itu tadi cuma pembukaan, kok. Kita belum masuk pembahasan yang sebenarnya.
Menikah karena tempat tinggal. Do you think it makes sense?  Yes, I do. Itu jawaban saya kalau ada orang yang menanyakan pertanyaan tersebut pada saya.

[If you're still living with your family, or having an easy life till now, then I see why you can't understand and mumbling about how crazy is that. But, then, let me tell you something.]

Tempat untuk pulang, tempat untuk melepas penat, tempat untuk menjadi diri sendiri tanpa perlu berpura-pura, tempat yang membahagiakan hanya dengan menginjakkan kaki di dalamnya. Bagi saya, itu definisi rumah. Saya rasa, begitu pula pemikiran Se Hee dan Ji Ho.
Se Hee merasa masa depannya aman dengan memiliki rumah sendiri—yang dia beli tanpa campur tangan orang tua. Dia bebas melakukan apa pun, di rumahnya. Keputusan itu membuatnya terbebas dari rasa insecure yang ada dalam dirinya di mana dia pernah diusir keluar sang ayah karena berselisih paham. Se Hee-nim tidak perlu lagi bingung tidak memiliki tempat tujuan bila terjadi masalah.
Ji Ho juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama dengan Se Hee. Rumah adalah tempat di mana dia merasa aman. Rumah yang dia cicil diberikan sang ayah kepada adiknya, dia tidak bisa selalu tinggal di dorm milik Kepala Penulisnya—ketika dia belum keluar dari pekerjaan tersebut—dan lagi dia tidak akan bisa menganggap tempatnya bekerja sebagai rumah ; sebab berada di sana artinya dia memiliki beban pekerjaan yang menumpuk dan tidak bisa bersantai ataupun nyaman, lalu dia pun dilecehkan oleh rekannya ketika menginap di studio yang juga tidak bisa dianggapnya rumah.

Singkatnya, tempat tinggal yang aman merupakan kebutuhan keduanya. Dan Se Hee memiliki rumah itu, di mana dia masih membutuhkan penyewa untuk memenuhi target cicilan rumahnya, yang kemudian menjadikan Ji Ho solusi terbaik. Ji Ho membutuhkan rumah/tempat tinggal dan dia memenuhi segala kriteria penyewa yang baik versi Se Hee : rajin bersih-bersih, penyuka kucing, dan fans Arsenal. Di sisi lain, Ji Ho pun merasa nyaman dan aman dengan Se Hee.

Lalu? Kenapa tidak tinggal bersama saja sebagai landlord & tenant? Kedua orang tua mereka menentang tinggal bersama tanpa pernikahan! Padahal, keduanya saling membutuhkan. Seperti simbiosis mutualisme. Jadi, kenapa harus mundur bila hanya terbentur syarat menikah?

Ingat kata-kata Ji Ho?
Aku tidak bisa bilang rumah dan pekerjaannya tidak berpengaruh. Tapi, bila bukan dia, meski dalam situasi yang sama, belum tentu aku mau melakukannya.

Then, they solved it. Dengan menikah—meskipun menggunakan perjanjian hitam di atas putih dan berjangka. Kata-kata Ji Ho di atas membantah pemikiran Se Hee bahwa Ji Ho tidak menyadari dampak ketika kontrak mereka berakhir.
Saya tidak akan bilang hal semacam itu logis. Nekat iya, tapi faktanya, zaman sekarang banyak yang menikah bukan karena cinta juga, ‘kan? Apa cinta bisa menjamin sebuah hubungan langgeng? Tidak juga. Banyak yang berpisah akibat rasa bosan terlalu mengenal pasangan sedari sebelum menikah.

But the point is, saya merasa sebenarnya dari awal rasa suka itu sudah ada. Sejak insiden halte bus tepatnya. Hanya saja, Ji Ho berani mengakui perasaan itu dan menunjukkannya, di saat Se Hee hidup dalam penyangkalan—dan pada awalnya meyakini Ji Ho tidak akan membuatnya keluar dari zona tersebut. Untungnya, it's Ji Ho, not anyone else. Dia memang tidak berpengalaman, tapi dia bukan cewek lemah.

Apa yang kamu lakukan kepadaku, aku akan membalas dengan setimpal. That's our Ji Ho, right?
Dan, kita ditunjukkan betapa tangguhnya Ji Ho ketika membalas beberapa kejujuran Se Hee yang menyakitkan. But, actually, we can't address it as honesty at all. Remember that Se Hee lives in denial all the time. Mungkin kita bisa menganggapnya upaya pertahanan terselubung?

Saya suka sekali bagaimana drama ini menunjukkan benteng Se Hee akhirnya runtuh dan membuatnya berani menunjukkan kepeduliannya melalui adegan dia menyelesaikan rubik di dalam taksi. Rubik itu ibarat kepingan-kepingan hati Se Hee yang akhirnya menyatu. Tindakannya menyelamatkan Ji Ho bukan lagi bentuk kepedulian terhadap sesama manusia ataupun spesifiknya terhadap penyewa, melainkan kecemasan seorang pria kepada wanitanya.
[Meskipun sebenarnya dia melakukan tindakan ekstrem itu dengan memperkirakan tidak perlu membayar ganti rugi karena mengira Bok Nam seorang stalker berbahaya. *tetep ya Se Hee-nim kita.]

Dan counter attack Ji Ho yang menyuruh Se Hee membalas tenaga yang dikeluarkannya di rumah orang tua Se Hee dengan melakukan hal serupa di rumah orang tuanya pun merupakan tindakan terbaik dari heroine kita yang satu ini.
Dia membuat Se Hee memahami sendiri cara berpikir dan situasinya kala itu, dibanding berteriak-teriak atau menangis menjelaskannya. You're jjang, Ji Ho-ssi.

Se Hee looks like (normal) human being there. Dia tersenyum saat ibu mertuanya membela dia dan berseri-seri ketika melihat Ji Ho datang. He's indeed fallin in love with Ji Ho, and he can't run away anymore. Daaaaan!!! Dia mengakuinya dengan cara HANYA SE HEE YANG BISA. Insiden pantai. Iya.
˝Apa yang kau lakukan di halte saat itu bukanlah ciuman, hanya kecupan.”

Tapi, seperti biasa. Badai selalu mengikuti dan siap menyerang dalam masa-masa bahagia. Masa lalu Se Hee pun akhirnya terungkap secara gamblang. Alasan dia menutup hatinya. Lebih buruk lagi, masa lalu itu kembali dan berdiri di antara dirinya dan masa kini yang ia harapkan menjadi masa depannya. Go Jung Min : Se Hee's ex lover and also soon-to-be Ji Ho's boss.

Jujur saja, saya tidak mengira problematika di antara Se Hee dan Jung Min seburuk itu. Mereka belum resmi mendaftarkan pernikahan, kemudian berpisah setelah Jung Min keguguran, dibarengi penolakan orang tua Se Hee. Padahal mereka masih saling mencintai. Saya tidak bisa menyebut Jung Min korban, karena tinggal bersama merupakan keputusan mereka berdua—dengan kesadaran penuh akan segala konsekswensinya. Dan lagi, mereka juga bersiap menikah sebagai bentuk tanggung jawab atas keputusan itu. Tapi, saya pun dapat memahami atau membayangkan betapa hancurnya hati Jung Min dengan semua keadaan itu.

As I said before, if it is me, I'll left him immedately. Why? They're just ex-lover by any means. No. It's not as simple as that. Ji Ho merasa tidak aman dan yakin dengan hubungan mereka karena Se Hee tidak pernah membuat pernyataan cinta kepadanya. Wanita kadang sesederhana itu. Mereka membutuhkan pengakuan seperti “I love you, I need you, and I want you” untuk merasa yakin dengan pasangan mereka. Jadi, saya memahami benar bila Ji Ho memilih pergi. Terlebih, Ji Ho pasti juga mempertimbangkan memberi keduanya kesempatan kedua untuk kembali menjalin hubungan karena menyadari bahwa dulu mereka berpisah bukan karena sudah tidak lagi saling mencintai, tetapi karena keadaan dan tekanan orang sekitar.

Namun, bagaimanapun juga, kisah Se Hee dan Jung Min terjadi 12 tahun lalu. Dan keduanya pun sudah menganggap masing-masing sebagai masa lalu. Se Hee sudah memenuhi keinginan Jung Min agar dia tidak mencintai ataupun berbahagia—selama 12 tahun lamanya. Kalau itu disebut penebusan dosa, maka saya pribadi merasa sudah cukup. Ji Ho hanya perlu sedikit waktu untuk sendiri dan berpikir kembali. Ia sedang menggunakan “Room 19” miliknya yang memang sangat dibutuhkannya saat ini.
Kita memang tahu pada akhirnya Se Hee dan Ji Ho pasti kembali bersama, tetapi segala proses hubungan mereka benar-benar menarik. Kesamaan, proses penyangkalan hingga penerimaan, serta tahap menyelesaikan masa lalu yang tertunda benar-benar dikemas apik dan memberi banyak pembelajaran bagi kita yang menontonnya.

Sim Won Seok — Yang Ho Rang

Honestly, saya merasa keputusan mereka untuk berpisah adalah yang terbaik bagi masing-masing.
Sejak awal, mereka memiliki pandangan berbeda. Ho Rang begitu menginginkan pernikahan, di saat Won Seok tidak. Ya, mereka memang saling mencintai. Karena cinta itu pula pada akhirnya Won Seok meninggalkan mimpinya dan melamar Ho Rang. Dengan kata lain, keterpaksaan. Padahal, pernikahan bukan sesuatu yang dapat dilakukan atas dasar tersebut.
Mereka juga pasangan yang paling insecure secara materi dibandingkan Se Hee—Ji Ho dan Sang Goo—Soo Ji.

Please don't say that love can solve everything. Kita bicara realita. Bahwa banyak hubungan yang pada akhirnya gagal akibat ketidakstabilan materi.
Rang memang memiliki karir yang lumayan, tapi dia ingin menjadi full housewife saat menikah, padahal Won Seok belum mapan sama sekali soal materi. Ketidakcocokan paham itu saja sudah menjadi bom waktu di antara mereka.
Paling tidak, Se Hee punya rumah pribadi yang dapat ditinggali bersama Ji Ho. Begitu pula Sang Goo dan Soo Ji. Tapi Seok dan Rang?
Terlalu banyak variabel yang akan meruntuhkan cinta mereka di kemudian hari. Sebelum terlambat, bukankah memang lebih baik mereka berpisah?

[Yeah—sekalipun tampaknya mereka akan tetap kembali bersama. Sigh.]

Indeed, love is blind. But, the true love is not. Love should to make you use your brain and logic very well. Just then, that love will create a right path for you and the one you love.

Ma Sang Goo — Woo Soo Ji

Pasangan favorit saya setelah Se Hee & Ji Ho! Mereka adalah contoh terbaik dari pasangan yang memakai otak mereka, bukan sekedar menuruti emosi belaka. Keduanya rasional, sehingga hubungan dapat berjalan secara lancar. Mereka sering berselisih paham, tapi cepat pula menyelesaikannya. Secara finansial pun keduanya sama-sama mapan.
Ma Daepyo terlihat grasa-grusu dan kekanakan,tapi kebenarannya, dia seorang yang memperhitungkan segala sesuatu secara mendalam dan juga sangat peduli. Sedangkan Soo Ji dari luar tampak tangguh dan tidak peduli, padahal sebenarnya memiliki hati yang sangat lembut dan hangat.
Mereka—menurut saya—adalah pasangan dengan prosentase sangat kecil untuk bercerai bila akhirnya menikah.

After all, saya benar-benar menyukai cara SW-nim mengemas drama ini dan memberikan banyak pelajaran hidup berharga tanpa terasa menggurui. Jelas, drama ini akan menjadi salah satu yang terbaik dari 2017 bagi saya. Semoga, closure yang diberikan dari dua episode tersisa akan benar-benar memuaskan. Because This Is My First Life, fighting!

Written by,
Writer Ayra.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

setuju ini drama recomended sekali

Posting Komentar